25 Tahun Mensa Indonesia: Catatan Perjalanan
Oleh: Lia Balantina Sudarso
Seperempat abad adalah suatu pencapaian yang perlu dirayakan. Setelah menghadapi segala manis pahit pengalaman, Mensa Indonesia masih tetap ada dan makin berkembang dari hari ke hari. Anggota-anggota baru berdatangan, mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh anggota-anggota lain yang kian sibuk dengan urusan lain. Kegiatan demi kegiatan ditabung untuk membangun sejarah keberadaan. Memori demi memori yang berharga terbentuk dan disimpan untuk selalu dikenang. Persahabatan demi persahabatan terjalin dan menciptakan saudara-saudara baru dalam hidup.
Artikel ini akan menghadirkan kembali peristiwa-peristiwa penting, berharga dan berkesan dalam sejarah perjalanan Mensa Indonesia.
Cikal Bakal Mensa
Mungkin setiap anggota Mensa akan dapat menceritakan kisah ini dengan fasih. Awal mulanya adalah dua orang berkebangsaan Inggris yang memiliki kerinduan yang sama.
Pada tahun 1946, Roland Berril dan Dr Lancelot Ware mengumpulkan orang-orang yang memiliki kecerdasan tinggi dan menggabungkannya dalam satu wadah. Tujuannya? “Memanfaatkan kecerdasan untuk kebaikan manusia, mendorong riset alam, karakter, pemanfaatan kecerdasan dan menyediakan lingkungan yang merangsang secara intelektual dan sosial bagi para anggotanya.”
Nama “mensa” dipilih karena dalam bahasa Latin, “mensa” berarti “meja”. Meja ini memberikan imaji para anggota Mensa yang duduk sama tinggi mengelilingi meja mendiskusikan berbagai macam hal. Meja ini adalah lambang kesetaraan, dialog dan kebersamaan bagi para anggotanya.
Untuk selanjutnya, Mensa berkembang ke negara-negara lain dan makin mengkukuhkan diri sebagai organisasi yang melewati sekat suku, agama, umur, profesi, dan pandangan politik.
Emerging Mensa
Bagaimana awal Mensa Indonesia terbentuk? Jika ada pepatah mengatakan “Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah”, begitu pula dengan Mensa Indonesia. Ratusan anggota yang ada sekarang dimulai dari individu-individu terpisah yang kemudian saling mencari dan menemukan.
Tidak ada tes umum yang diselenggarakan pada masa itu. Para anggota pertama Mensa International di Indonesia mencari sendiri pengawas ujian yang harus merupakan anggota profesi tersumpah. Pengiriman soal dan hasil saat itu masih menggunakan jasa pos tradisional yang tentunya tidaklah secepat sekarang. Toh, mereka dengan semangat menjalani semua itu sehingga akhirnya resmi diterima menjadi anggota Mensa.
Pada tahun 1990, akhirnya para Mensan pertama ini bertemu dan Emerging Mensa pun terbentuk. Salah satu anggota Emerging Mensa ini adalah Paul Robert Erickson, anggota Mensa Amerika yang sedang bertugas sebagai atase militer di kedubes Amerika di Indonesia.
Awal yang Menggelegar
Selama hampir setahun, embrio Mensa Indonesia ini hanya berstatus perkumpulan tanpa payung hukum yang jelas. Keinginan untuk meresmikan Mensa Indonesia di mata negara pun muncul.
Pada tahun 1991, setelah melewati perjuangan yang cukup panjang di Departemen Dalam Negeri, akhirnya Mensa Indonesia resmi berdiri. Dengan segera direktur eksekutif Mensa International pada saat itu, Ed Vincent, mengeluarkan surat yang memberi kuasa pada Paul Erickson, Thomas Hanan Thoha, dan Sariputra Sumana mempelajari kemungkinan dibentuknya mensa nasional di Indonesia pada bulan Maret 1991.
Tanpa menunggu lama, tes pertama diselenggarakan di IPMI pada bulan Juni. Tes berlangsung di bawah pengawasan Carol Rickard yang datang langsung dari Inggris. Animo masyarakat ternyata cukup tinggi sehingga peserta membludak menjadi 396 orang dan tes diselenggarakan selama dua hari.
Tapi yang lebih mengejutkan lagi adalah hasilnya: 176 orang dinyatakan lolos!
Hasil ini sungguh di luar dugaan proctor dari Inggris saat itu. Hasil ini benar-benar merupakan anomali dari standar 2% lulus. Namun hasil sudah berbicara dan memang tidak bisa dipungkiri bahwa para peserta tes saat itu memang dari golongan “terpilih”. Mensa Indonesia yang baru saja lahirpun langsung ramai dengan para anggota barunya.
Hibernasi
Sayang sekali masa-masa bulan madu yang manis bagi Mensa Indonesia harus berakhir. Setelah berjibaku selama hampir 7 tahun, akhirnya Mensa Indonesia harus vakum karena situasi poitik dan ekonomi dalam negeri yang kurang kondusif. Pada tahun 1998, menyusul pecahnya gerakan reformasi, Mensa Indonesia mengadakan kegiatan terakhirnya. Hanya ada pertemuan-pertemuan kecil antar pengurus. Forum Mensa pun sepi.
Awal Baru
Mensa Indonesia mulai menggeliat pada tahun 2008. Di sebuah pesta perkawinan, Sahat Simamarta ditemukan. Segera Mensa bangkit dari mati surinya. Bapak Sahat ditetapkan menjadi ketua Mensa Indonesia menggantikan Bapak Thomas hingga sekarang. Dalam masa kepemimpinan beliau, Mensa Indonesia menjadi makin aktif dan banyak berpartisipasi dalam acara-acara Mensa yang bersifat internasional.
Menjadi bagian dari Mensa International
Sebagai bagian dari Mensa Internasional, para mensan Indonesia pun tidak pernah absen untuk mengikuti kegiatan Mensa yang bertaraf multinasional. Lewat pertemuan tahunan para mensan sedunia, Diawali dari keikutsertaan dalam tiap AMG hingga akhirnya menjadi tuan rumah AMG di Bali tahun 2012.
Impian ke Depan
Masih banyak hal yang ingin dicapai oleh Mensa Indonesia di tahunnya yang ke-25 ini. Salah satu yang paling dekat adalah didapatkannya status mensa nasional penuh. Status tersebut akan memungkinkan Mensa Indonesia untuk lebih banyak berperan dalam kegiatan Mensa International.
Struktur organisasi dan suksesi yang lebih jelas dan sehat pun diperlukan untuk mewujudkan cita-cita Mensa untuk berguna bagi masyarakat. Untuk itu, diperlukan partisipasi aktif dari seluruh anggota. Makin mudahnya komunikasi antar anggota lewat perkembangan teknologi saat ini adalah salah satu modal utama untuk mempersolid kekompakan antar anggotanya. Semoga setelah melewati batas seperempat abad ini, Mensa Indonesia makin dewasa, dikenal, dan yang paling penting, berkontribusi positif terhadap kehidupan manusia seperti cita-cita awal Roland Berril.